Wednesday, December 4, 2013

Ujian Nasional Bukan Alat Kelulusan


Ujian Nasional Bukan Alat Kelulusan

1 Nov 2013

Anggota Komisi X DPR yang membidangi Pendidikan dan Kebudayaan, Ekonomi Kreatif, dan Pariwisata, Dedi Gumelar, mengatakan, ujian nasional (UN) bukan alat untuk menentukan kelulusan.

"Dalam Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UN dinyatakan sebagai alat evaluasi dan fungsi pemetaan pendidikan," kata dia, yang akrab disapa Miing, pada kunjungan kerja di Manado, Rabu.

Dia mengatakan, fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) telah menyatakan sikapnya menolak pemberlakuan UN yang dimanfaatkan untuk menentukan kelulusan siswa.

Alasannya menurut dia, dari aspek legalitas, pengadilan negeri Jakarta Pusat telah membatalkan UN karena tidak sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan nasional, walaupun kemudian pemerintah mengajukan langkah kasasi ke mahkamah agung namun ditolak MA.

"Artinya bahwa setelah ditolak MA harus mengikuti putusan hukum sebelumnya yang membatalkan pelaksanaan UN," katanya.

Dia menambahkan, dalam amar putusan MA diputuskan bahwa UN bisa dilaksanakan sepanjang memenuhi delapan standar nasional pendidian yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

"Apakah delapan standar nasional pendidikan ini sudah terpenuhi baik dari sisi isi, sarana dan prasarana atau mutu guru? Kondisi di Ternate, Maluku Utara, Aru akan berbeda dengan Bandung, Jakarta, Semarang atau Jogjakarta," katanya.

Diapun mempertanyakan, pertanggungjawaban ketika anak tidak lulus, yang ketika tidak bersekolah orang tuanya akan mendapatkan sanksi hukum seperti tuntutan undang-undang.

"Karena itu bila secara legal aspek dibatalkan oleh pangadilan, maka DPR tidak menyetujui anggarannya. Karena itu, alternatif lainnya yang bisa dilakukan adalah UN tetap dilaksanakan namun tidak dijadikan alat kelulusan," katanya.

Dia mengatakan, alasan lain penolakan UN, guru mata pelajaran non UN tidak dihargai anak didik, dan ketika mencapai kelas tiga, anak mengikuti bimbingan belajar dan harus mengeluarkan uang jutaan rupiah yang hanya bisa diakses orang kaya.

"Apa artinya juga ada polisi namun UN bocor juga. Dan kenapa soal harus dicetak di Jakarta sementara di provinsi ada percetakan yang memenuhi standar," katanya. (pp/ant)

Post a Comment

Powered by Blogger.
Credits